PELITANEWS.CO - Terjawab sudah kapan putusan banding Ferdy Sambo dibacakan dan siapa saja susunan Majelis Hakim. Seperti diketahui, vonis m...
PELITANEWS.CO - Terjawab sudah kapan putusan banding Ferdy Sambo dibacakan dan siapa saja susunan Majelis Hakim.
Seperti diketahui, vonis mati untuk mantan jenderal bintang dua, Ferdy Sambo belum final.
Mantan Kadiv Propam Mabes Polri disebut telah mengajukan banding atas putusan majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Ia juga memiliki kesempatan untuk melakukan upaya hukum selanjutnya seperti kasasi hingga mengajukan permohonan grasi ke presiden.
Putusan perkara banding empat terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J bakal dibacakan oleh majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta pada 12 April 2023.
Keempat terdakwa itu adalah mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi (istri Ferdy Sambo), Ricky Rizal atau Bripka RR (ajudan Ferdy Sambo) dan Kuat Ma’ruf (asisten rumah tangga sekaligus sopir Ferdy Sambo).
"Putusan akan dibacakan pada persidangan yang terbuka untuk umum pada hari Rabu tanggal 12 April 2023 di ruang sidang pada gedung Pengadilan Tinggi Jakarta," ujar Pejabat Humas PT DKI Binsar Pakpahan kepada Kompas.com, Rabu (8/3/2023).
Binsar mengatakan, perkara empat terdakwa itu telah diterima dari Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan dan telah teregistrasi di Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta dengan nomor 53, 54, 55 dan 56 /PID/2023/PT.DKI.
Dalam berkas perkara pidana banding yang diterima Kompas.com, majelis hakim yang memimpin sidang banding Ferdy Sambo diketuai oleh Singgih Budi Prakoso dengan hakim anggota Ewit Soetriadi, H Mulyanto, Abdul Fattah dan Tony Pribadi.
Kemudian, perkara atas nama Putri Candrawathi dipimpin oleh Ewit Soetriadi dengan anggota majelis Singgih Budi Prakoso, H Mulyanto, Abdul Fattah dan Tony Pribadi.
Lalu, perkara Ricky Rizal bakal diperiksa oleh H Mulyanto dengan anggota majelis Singgih Budi Prakoso, Ewit Soetriadi, Abdul Fattah dan Tony Pribadi.
Terakhir, perkara atas nama Kuat Maruf diketuai oleh Abdul Fattah dengan anggota majelis Singgih Budi Prakoso, Ewit Soetriadi, H Mulyanto,dan Tony Pribadi.
Dalam kasus ini, terdapat lima terdakwa.
Selain keempat terdakwa tadi, terdapat satu terdakwa lainnya, yaitu Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E.
Namun, untuk Richard, baik jaksa atau tim kuasa hukum tidak melayangkan banding.
Kelima terdakwa dinilai majelis hakim telah melanggar Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.
Mereka terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pembunuhan terhadap Brigadir J dengan rencana terlebih dahulu.
Dalam putusannya, hanya Richard Eliezer yang divonis paling rendah daripada para terdakwa lainnya. Jaksa penuntut umum pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan menuntut Bharada E pidana 12 tahun penjara.
Namun, majelis hakim menjatuhkan vonis 1,5 tahun.
Sementara, Ferdy Sambo divonis pidana mati dari tuntutan jaksa yang meminta majelis hakim menjatuhkan pidana penjara seumur hidup.
Putri Candrawathi, Kuat Ma’ruf dan Ricky Rizal juga divonis lebih tinggi dari tuntutan jaksa yang meminta majelis hakim memvonis ketiganya selama delapan tahun.
Istri Ferdy Sambo itu divonis 20 tahun penjara, Kuat Ma’ruf divonis 15 tahun penjara dan Ricky Rizal divonis 13 tahun penjara.
Adapun pembunuhan ini dilatarbelakangi oleh pernyataan Putri Candrawathi yang mengaku telah dilecehkan oleh Brigadir J di rumah Ferdy Sambo di Magelang, Jawa Tengah, pada 7 Juli 2022.
Pengakuan yang belum diketahui kebenarannya itu lantas membuat Sambo yang kala itu masih polisi dengan pangkat jenderal bintang dua marah hingga menyusun strategi untuk membunuh Brigadir J.
Brigadir J tewas dieksekusi dengan cara ditembak dua-tiga kali oleh Bharada E di rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada 8 Juli 2022.
Ucapkan Perpisahan dengan Richard Eliezer, Ronny Talapessy: Tugas Saya Mengawalmu Selesai
Pengacara Ronny Talapessy membuat unggahan perpisahan di akun Instagram pribadinya @ronnytalapessy untuk Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E.
Ronny mengunggah foto Richard Eliezer yang sedang berdiri dengan tangan hormat di ruang sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP).
"Tugas saya mengawalmu sampai akhir persidangan sudah selesai, Cad. Selamat kembali bertugas, belajarlah dari pengalaman yang ada dan jaga diri baik-baik," tulis Ronny dalam unggahannya di Instagram, Sabtu (25/3/2023).
Selain mengucapkan perpisahan kepada Richard Eliezer, Ronny Talapessy juga menyampaikan rasa terima kasihnya terhadap institusi Polri.
Ia pun turut menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang mendukung Bharada E selama menjalani proses hukum.
"Terima kasih kepada Polri yang telah memberikan kesempatan Richard Eliezer untuk kembali mengabdi pada institusi yang ia cintai, terima kasih Polri, terima kasih semuanya," tutur Ronny Talapesy.
Dihubungi Kompas.com, Ronny Talapessy menegaskan bahwa ia tetap akan mendampingi Richard Eliezer secara administratif.
Misalnya, terkait dengan posisi Richard Eliezer yang kini menjadi justice colaborrator dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
"Tetap aku dampingi kalau ada urusan dengan LPSK," kata Ronny saat berbincang dengan Kompas.com, Senin (6/3/2023).
Sebagaimana diketahui, Richard Eliezer kini mendekam di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri untuk menjalani sisa penahanan.
Hal ini dilakukan setelah kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Bharada E telah berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis 1,5 tahun penjara terhadap mantan ajudan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Ferdy Sambo itu.
Vonis ringan dijatuhkan lantaran Bharada E merupakan justice collaborator yang membongkar skenario pembunuhan Brigadir J yang dibuat oleh Ferdy Sambo.
Prosedur Hukuman Mati
Hukuman mati merupakan jenis pidana terberat menurut hukum positif Indonesia.
Dikutip dari Kompas.com, hukuman ini termasuk jenis hukuman yang banyak menuai pro dan kontra.
Jurnal Lex Crimen (2017) menyebut, mereka yang pro dengan pidana mati beralasan karena adanya peningkatan kualitas dan kuantitas kejahatan dari waktu ke waktu sehingga perlu diberi terapi kejut bagi penjahat tertentu yang tak bisa diharapkan berubah.
Sementara mereka yang kontra menilai alasan pidana mati bersifat final, sehingga jika dijatuhkan sekali tidak dapat diperbaiki meski terjadi kekeliruan terhadap terpidana.
Pidana mati juga dinilai menutup kemungkinan bagi terpidana untuk memperbaiki kesalahannya di masa yang akan datang.
Hukuman mati tercantum dalam Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Disebutkan, pidana mati atau hukuman mati merupakan salah satu jenis pidana pokok.
Ia adalah pidana pokok terberat disusul pidana penjara, kurungan, denda dan pidana tutupan. Sesuai dengan Pasal 11 KUHP, pidana mati akan dijalankan oleh algojo di tempat gantungan dengan menjeratkan tali yang terikat di tiang gantungan pada leher terpidana.
Selanjutnya papan tempat terpidana berdiri akan dijatuhkan.
Namun ketentuan Pasal 11 KUHP kemudian diubah dengan Undang-Undang (UU) Nomor 02/Pnps/1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati yang Dijatuhkan oleh Pengadilan di Lingkungan Pengadilan Umum dan Militer.
Sesuai dengan Pasal 1 UU tersebut diatur bahwa pelaksanaan hukuman mati yang dijatuhkan Peradilan Umum maupun Peradilan Militer dilakukan dengan ditembak sampai mati.
Sesuai dengan Peraturan Kapolri Tahun 12 Tahun 2010, berikut ini proses pelaksanaan hukuman mati di Indonesia:
* Terpidana diberikan pakaian yang bersih, sederhana, dan berwarna putih sebelum dibawa ke tempat atau lokasi pelaksanaan pidana mati
* Pada saat dibawa ke tempat atau lokasi pelaksanaan pidana mati, terpidana dapat didampingi oleh seorang rohaniawan
* Regu pendukung telah siap di tempat yang telah ditentukan, 2 (dua) jam sebelum waktu pelaksanaan pidana mati.
* Regu penembak telah siap di lokasi pelaksanaan pidana mati, 1 (satu) jam sebelum pelaksanaan dan berkumpul di daerah persiapan
* Regu penembak mengatur posisi dan meletakkan 12 (dua belas) pucuk senjata api laras panjang di depan posisi tiang pelaksanaan pidana mati pada jarak 5 (lima) meter sampai dengan 10 (sepuluh) meter dan kembali ke daerah persiapan
* Komandan Pelaksana melaporkan kesiapan regunya kepada Jaksa Eksekutor dengan ucapan "Lapor, Pelaksanaan Pidana Mati Siap,".
* Jaksa Eksekutor mengadakan pemeriksaan terakhir terhadap terpidana mati dan persenjataan yang digunakan untuk pelaksanaan pidana mati;
* Setelah pemeriksaan selesai, Jaksa Eksekutor kembali ke tempat semula dan memerintahkan kepada Komandan Pelaksana dengan ucapan "Laksanakan."
* Kemudian Komandan Pelaksana mengulangi dengan ucapan, "Laksanakan."
* Komandan Pelaksana memerintahkan Komandan Regu Penembak untuk mengisi amunisi dan mengunci senjata ke dalam 12 pucuk senjata api laras panjang dengan 3 butir peluru tajam dan 9 butir peluru hampa yang masing-masing senjata api berisi 1 butir peluru, disaksikan oleh jaksa eksekutor.
* Jaksa eksekutor memerintahkan Komandan Regu 2 dengan anggota regunya untuk membawa terpidana ke posisi penembakan dan melepaskan borgol lalu mengikat kedua tangan dan kaki terpidana ke tiang penyangga pelaksanaan pidana mati dengan posisi berdiri, duduk, atau berlutut, kecuali ditentukan lain oleh jaksa.
* Terpidana diberi kesempatan terakhir untuk menenangkan diri paling lama 3 menit dengan didampingi seorang rohaniawan.
* Komandan Regu 2 menutup mata terpidana dengan kain hitam, kecuali jika terpidana menolak.
* Dokter memberi tanda berwarna hitam pada baju terpidana tepat pada posisi jantung sebagai sasaran penembakan, kemudian dokter dan Regu 2 menjauhkan diri dari terpidana.
* Komandan Regu 2 melaporkan kepada jaksa eksekutor bahwa terpidana telah siap untuk dilaksanakan pidana mati.
* Jaksa eksekutor memberikan tanda/isyarat kepada Komandan Pelaksana untuk segera melaksanakan penembakan terhadap terpidana.
* Komandan Pelaksana memberikan tanda/isyarat kepada Komandan Regu Penembak untuk membawa regu penembak mengambil posisi dan mengambil senjata dengan posisi depan senjata dan menghadap ke arah terpidana.
* Komandan Pelaksana menghunus pedang sebagai isyarat bagi regu penembak untuk membidik sasaran ke arah jantung terpidana.
* Komandan Pelaksana mengacungkan pedang ke depan setinggi dagu sebagai isyarat kepada regu penembak untuk membuka kunci senjata.
* Komandan Pelaksana menghentakkan pedang ke bawah pada posisi hormat pedang sebagai isyarat kepada regu penembak untuk melakukan penembakan secara serentak.
* Setelah penembakan selesai, Komandan Pelaksana menyarungkan pedang sebagai isyarat kepada regu penembak mengambil sikap depan senjata.
* Setelah penembakan, Komandan Pelaksana, jaksa eksekutor, dan dokter memeriksa kondisi terpidana.
* Apabila dokter mengatakan terpidana masih menunjukkan tanda-tanda kehidupan, maka jaksa memerintahkan Komandan Pelaksana untuk melakukan penembakan pengakhir.
* Pelaksanaan hukuman mati dinyatakan selesai saat dokter tidak lagi menemukan tanda-tanda kehidupan pada terpidana.
* Kemudian, Komandan Pelaksana pun melaporkan hasil penembakan kepada jaksa eksekutor dengan mengucapkan, "Pelaksanaan pidana mati selesai". (*)
S: TRIBUNKALTIM.CO