PELITANEWS.CO - Kasus dugaan korupsi tanah di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur terus berlanjut. Kejati NTT terus memeriksa pihak-pihak terk...
PELITANEWS.CO - Kasus dugaan korupsi tanah di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur terus berlanjut.
Kejati NTT terus memeriksa pihak-pihak terkait soal kasus tanah senilai Rp 3 triliun tersebut.
Diketahui, nama bos Indonesia Lawyers Club ( ILC) dan eks Stafsus Presiden Joko Widodo ( Jokowi), Gories Mere turut terseret.
Belakangan, usai memeriksa keduanya, Kejati NTT memerjelas status Karni Ilyas dan Gories Mere.
Selain diperiksa, Karni Ilyas dan Gories Mere dipastikan kehilangan hak pada tanah yang mereka beli tersebut lantaran disita oleh negara.
Sekadar informasi, Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (NTT) telah memeriksa 102 orang dalam kasus dugaan korupsi pengalihan aset tanah negara seluas 30 hektar senilai Rp 3 Triliun.
Tanah ini berlokasi di Kerangan Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat.
Dari 102 orang itu, termasuk juga mantan staf khusus Presiden Joko Widodo Gories Mere dan Pemimpin Redaksi tvOne Karni Ilyas.
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) NTT Yulianto mengatakan, dari hasil pemeriksaan dan alat bukti, jaksa menyimpulkan kalau Gories Mere dan Karni Ilyas termasuk pembeli yang beritikad baik.
"Pak Gories Mere dan Karni Ilyas sudah diperiksa sebagai saksi oleh tim penyidik.
Hingga saat ini, tim penyidik masih menyimpulkan, berdasarkan alat bukti Pak Gories Mere dan Karni Ilyas ini adalah masih diklaster kan sebagai pembeli yang beritikad baik," ujar Yulianto kepada sejumlah wartawan di Kupang, Sabtu (16/1/2021).
Namun lanjut Yulianto, nanti berkas perkaranya tetap masuk dalam berkas perkara karena keduanya sudah diperiksa di Kejaksaan Agung.
Menurut Yulianto, dalam aturan hukum, ketika pihak ketiga beritikad baik maka itu wajib dilindungi hukum.
"Contohnya jika saya membeli obyek tanah dan saya tidak tahu persis tanah itu bermasalah.
Maka harus dilindungi oleh hukum,"kata Yulianto.
Saat ini, kata dia, tanah milik negara yang dibeli Goris Mere dan Karni Ilyas sudah dikembalikan.
"Berkas pemeriksaannya tetap dimasukan ke berkas perkara, karena sudah diperiksa.
Dan tanah 30 hektar sudah disita oleh kami, tidak ada lagi yang kuasai," katanya.
Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi NTT, telah menetapkan 16 orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tanah seluas 30 hektar senilai Rp 3 Triliun di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, NTT.
Dari 16 orang tersebut, 13 sudah ditahan jaksa penyidik.
Sedangkan tiga lainnya belum ditahan.
Mereka yang ditetapkan sebagai tersangka yakni berinisial ACD (Bupati Manggarai Barat), AN, AS, AR, EP, HS, MN, MDR, A alias U, VS, TDKD, DK, ST, MA, CS dan MN.
Tiga orang yang belum ditahan itu yakni Bupati Manggarai Barat ACD (Agustinus Ch Dula), VS (Veronika Syukur) dan A alias U (Afrizal alias Unyil).
Diketahui, Kejati NTT tengah menangani kasus penjualan tanah di Labuan Bajo milik Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat seluas 30 hektar yang diduga merugikan negara sekitar Rp 3 triliun.
Kasus yang berawal dari laporan masyarakat itu kini masih dalam tahap penyelidikan.
Kabar Sebelumnya
Heboh kabar bos ILC TV One Karni Ilyas dan eks Staf Khusus Presiden Gories Mere dipanggil Kejati NTT, kuasa hukum ahli waris beber fakta sebenarnya.
Kuasa hukum ahli waris Abdullah Tengku Daeng Malewa, Muhammad Achyar, membantah pemeriksaan Gories Mere (GM) dan Karni Ilyas (KI) oleh penyidik Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (NTT) berkaitan dengan dugaan perjanjian jual beli tanah di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat.
Muhammad Achyar menegaskan bahwa informasi soal Gories Mere dan Karni Ilyas yang dijadwalkan diperiksa pada hari Rabu (2/12/2020) oleh penyidik Kejati NTT sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi aset negara di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, dengan total kerugian negara mencapai Rp 3 triliun adalah tidak benar.
Achyar, melalui siaran pers, Jakarta, Jumat (4/12/2020), mengatakan pada tahun 2017 Gories Mere dan Karni Ilyas pernah melakukan perjanjian jual beli tanah dengan ahli waris Abdullah Tengku Daeng Malewa.
Namun, perjanjian jual beli itu kemudian dibatalkan karena sampai 2018 sertifikat hak milik tanah tidak kunjung diterbitkan.
"Belum tahu Pak Gories dan Pak Karni dipanggil untuk diperiksa sebagai saksi dalam hubungan apa dengan masalah tanah Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat itu," katanya seperti dilansir Antara.
Achyar melanjutkan, "Kemungkinan berhubungan dengan pembelian bidang tanah lebih kurang 4.000 meter dari para ahli waris Daeng Malewa pada tahun 2017. Pembeli beriktikad baik."
Ditegaskannya bahwa Gories Mere dan Karni Ilyas tidak memiliki tanah di Labuan Bajo seperti yang diberitakan. Hal itu karena perjanjian jual beli itu sudah dibatalkan.
"Jadi, tidak ada tanah Pak GM dan Pak KI di lokasi tersebut," kataya menandaskan.
Menurut dia, yang ada itu tanah para ahli waris Daeng Malewa total luas kurang lebih 5 hektare yang telah dijual kepada David dan baru dibayar down payment.
"Belum lunas. Akan dibayar lunas jika telah terbit sertifikat hak milik. Jadi, belum ada peralihan hak. Pak David itu pembeli beriktikad baik," tuturnya.
Hal itu diamini oleh Gabriel Mahal selaku kuasa hukum Adam Djudje.
Gabriel memastikan Gories dan Karni sama sekali tidak ada kaitannya dengan klaim tanah Adam Djudje yang juga diklaim sebagai tanah pemda itu.
"Sama sekali tidak ada hubungannya dengan H. Adam Djudje yang mengklaim punya hak milik di tanah Toro Lema Batu Kalo itu. H. Adam Djudje tidak pernah menjual tanah di Toro Lema Batu Kalo itu kepada Pak Gories dan Pak Karni," kata Gabriel Mahal.
Gabriel juga mendapat informasi bahwa tanah tersebut dijual oleh para ahli waris Abdullah Tengku Daeng Malewa kepada seseorang bernama David.
"Jadi, berdasarkan fakta-fakta itu, saya tidak melihat adanya relevansi pemanggilan Pak Karni Ilyas dan Pak Gories Mere sebagai saksi dalam masalah tanah Pemkab Mabar yang diduga ada tindak pidana korupsi aset tanah pemkab tersebut," kata Gabriel Mahal.
Gabriel pun memastikan tidak ada pemeriksaan terhadap Karni Ilyas dan Gories Mere dalam kapasitasnya sebagai saksi di Kejati NTT pada hari Rabu (2/12/2020).
"Sebagai warga negara yang taat hukum, apa pun alasan pemanggilan tersebut, Pak Karni dan Pak Gories tetap penuhi panggilan sebagai saksi tersebut," katanya.
Akan tetapi, lanjut dia, karena suasana Covid-19, apalagi Kupang dinyatakan sebagai zona hitam, mereka meminta pemeriksaan sebagai saksi di Jakarta.
Hal itu telah disetujui oleh Kejati NTT.
S:Tribun Kaltim