PELITANEWS.CO - Markaz Syariah Front Pembela Islam (FPI) yang berada di Megamendung menjadi sengketa. Pihak PT Perkebunan Nusantara VII ata...
PELITANEWS.CO - Markaz Syariah Front Pembela Islam (FPI) yang berada di Megamendung menjadi sengketa.
Pihak PT Perkebunan Nusantara VII atau PTPN mengirimkan surat somasi untuk FPI mengenai lokasi dari Pondok Pesantren Alam Agrokultural Markaz Syariah FPI di Megamendung, Bogor.
PTPN menyatakan bahwa tanah di tempat berdirinya pesantren tersebut merupakan milik PTPN VIII.
Pihak PTPN juga memberi waktu agar tanah tersebut dikosongkan kurang dari tujuh hari, jika tidak mereka akan melaporkan ke pihak Kepolisian.
Perihal somasi dari PTPN ke pihak FPI ini, Neno Warisman memberikan tanggapannya.
"Kalau dia itu hak guna usaha milik perhutani tapi ada hal yang lebih spesifik yaitu kalau suatu tanah itu dibiarkan atau tidak diurus, atau dikuasai secara fisik atau berdiam di situ selama 20 tahun itu sudah menjadi milik dari siapa yang menguasai hak fisik tersebut," kata Neno Warisman, dikutip Cirebon.Pikiran-Rakyat.com dari kanal Youtube Neno Warisman Channel pada Kamis, 24 Desember 2020.
Neno menambahkan bahwa konon masyarakat yang telah tinggal dan bercocok tanam di situ sudah lebih dari 30 tahun.
Artinya, dia menjelaskan bahwa HGU tersebut masih dapat diklaim walaupun pada kenyataannya masyarakat sudah menguasai tanah tersebut selama lebih dari 30 tahun.
"Jadi kita perlu juga mengonfirmasi kepada siapa yang dituju oleh surat ini. Persoalan tanah ini memang susah-susah gampang," ujar Neno.
Neno Menambahkan, dan mengajak untuk menghadapi masalah tersebut sebagai manusia perlu untuk melihat dan berpikir dari dasar.
Dijelaskannya bahwa dari dasarnya, manusia tidak memiliki apapun. Walaupun seseorang mengatakan ini tanah miliknya atau milik mereka.
"Juga ketika sebuah tanah dikuasai atau diamanatkan pada satu, misalnya katakanlah pada negara atau suatu institusi, dia juga bukan pemilik tanah tetapi hanya mematok-matok tanahnya," ucapnya.
Diungkapkan Neno, dalam hal ini perlu melihat dari sisi keadilan. Selain itu dalam bekerja atau mengurus sesuatu perlu juga memikirkan apakah yang dilakukan sudah benar, baik itu secara agama juga moral.
Walaupun tentu pasti ada tumpangan atau kepentingan lain tetapi tetap harus kembali kepada asalnya.
Neno menuturkan maksud dari kembali ke asal adalah kepada hal yang sudah jelas yaitu akal yang pertama, dan yang kedua kepada hati nurani.
Menurutnya, di fase-fase seperti sekarang ini, perlu menggunakan kedua hal itu secara seimbang.
Karena di situlah kehebatan manusia sebagai makhluk, makhluk ciptaan Allah yang terbaik, karena diberikan kemampuan untuk mengelola semuanya.
"Maka kasus ini mungkin diam-diam di dalam otak atau pikiran bawah sadar, kita mengenali ada sesuatu, mungkin begini mungkin begitu," katanya.
Neno mengatakan hal yang utama adalah sebagai manusia harus memiliki hati yang bersih, jernih, dan melihat yang benar itu benar begitu juga sebaliknya.
Dia menilai segala sesuatunya memiliki risiko, ketika seseorang meyakini sesuatu yang benar sementara dunia luar memaksa untuk mengatakan itu tidak benar, maka tetap harus mengatakan bahwa itu benar.
"Begitu juga sebaliknya, tugas kita adalah terus mempertahankan hati nurani kita," kata Neno Warisman.***
S:PikiranRakyat